Sejak 2007, Prof. FG Winarno mempersiapkan Unika Atma Jaya menjadi kampus berkualitas dunia. Kini, di penghujung masa baktinya sebagai rektor, dia siap melepas almamaternya tersebut bersaing di tingkat global. Florentinus Gregorius Winarno, atau yang biasa dipanggil Pak Win, senantiasa menanamkan kebanggaan di sanubari para muridnya. Dengan begitu, mereka siap menghadapi persaingan global dengan tidak melupakan jati dirinya. “Saya mempersiapkan Atma Jaya sebagai global local university. Artinya, para civitas academica Atma Jaya akan siap bertarung di tingkat internasional tapi tetap berakar pada tradisi dan nilai lokal di Indonesia. Kita tidak boleh lelah mencintai Indonesia,” ungkap Prof Win kepada okezone, kemarin.
Pria asli Klaten, Jawa Tengah, ini berkisah, memangku jabatan rektor di kampus swasta besar di Indonesia tidaklah mudah. Dia tidak hanya mengurusi fisik, tetapi juga bertanggung jawab memperbaiki budaya di kampus. Selama empat tahun, Prof Win memperbaiki kondisi fisik kampus dari berbagai pengganggu seperti kucing dan anjing yang berkeliaran, serta sudut-sudut gelap yang bisa dijadikan tempat transaksi narkoba. Hasilnya, kampus Unika Atma Jaya kini memang terlihat cukup resik. “Sulit sekali menertibkan kampus dengan sekira 12 ribu mahasiswa dari rokok. Tapi sekarang Anda bisa lihat tidak ada satu pun yang merokok di kampus. Tapi saya memang bertekad menyelesaikan semuanya dalam empat tahun,” imbuhnya.
Dia juga memodernkan sistem pengajaran di kampus. Tidak hanya melalui pengadaan teknologi di tiap kelas, tetapi juga memanfaatkan sistem student based learning. Sebagai pengajar, filosofi hidup Winarno adalah mempercayai mimpi. Menurutnya, semua orang perlu bermimpi besar untuk dikembangkan di kemudian hari. “Jika tidak bermimpi, maka kita tidak akan menjadi besar. Saya juga selalu meyakinkan murid-murid saya bahwa mereka lebih pintar dan percaya diri dan akan menjadi orang yang lebih baik dari gurunya,” katanya.
Lahir 15 Februari 1938, Winarno berasal dari keluarga sederhana. Tak ayal, kondisi itu melecut tekadnya untuk memperbaiki nasib diri dan keluarganya. Setelah lulus dari SMA St. Joseph Solo, putra R M Mitororekso ini pun melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan beasiswa penuh. Sebuah kejadian traumatis membuat Winarno harus mengubah haluan studi. Anak kedua dari tiga bersaudara ini kemudian pindah ke Fakultas Teknologi Pengolahan Pangan IPB. Siapa sangka, momen inilah yang justru menjadi jalan sukses Winarno.
Lulus dari IPB, Winarno mendapatkan beasiswa dari US-AID untuk mendalami bidang studi ilmu dan teknologi pangan. Gelar Master of Science pun diraihnya pada 1968, dan Doctor of Philosophy pada 1970 dari Departemen Ilmu Pangan Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambridge, Massachusetts, AS. Selama menempuh studi di Negeri Paman Sam, sang istri AM Kriastuti turut mendampingi sambil mengasuh kedua anak mereka, Micheal Satya Wirawan dan Ignatya Widya Kristiarti. Sedangkan anak ketiga mereka, Stephanus Widjajanto lahir di Indonesia setelah Winarno merampungkan studi doktoralnya.
Selama menempuh studi magister, Winarno digembleng oleh Profesor Stumbo. Sempat diremehkan sang profesor di awal pertemuan mereka, keberhasilan Winarno menaklukkan tantangan malah membuat sang profesor balik menyayanginya. Di penghujung masa studi, Stumbo pun menyampaikan keyakinannya bahwa Winarno akan menjadi pemimpin dalam bidang ilmu pangan. Bapak Ilmu Pangan Indonesia
Sekembalinya dari Amerika Serikat, Winarno kembali ke almamaternya, IPB. Winarno bahkan dipercaya menjadi Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian pada 1971. Pada usia 36 tahun, Winarno diangkat menjadi dekan Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian (Fatemeta) IPB. Winarno sudah malang melintang dalam dunia pangan Indonesia. Ketika di IPB, dia mendirikan dua lembaga penelitian dalam bidang pangan. Bantuan Bank Dunia dia gunakan untuk mendirikan Food Technology Development Center (FTDC) yang kemudian dikenal sebagai Pusat Pengembangan Teknologi Pangan (Pusbangtepa). Sedangkan bantuan dari pemerintah Jepang digunakan Winarno untuk membangun Agricultural Product Processing Pilot Plant (AP4). AP4 ini kemudian berkembang menjadi Southeast Asian Food & Agricultural Science and Technology (Seafast).
Pemegang gelar profesor dalam bidang Ilmu dan Teknologi Pangan IPB ini memfokuskan keahliannya dalam bidang pengembangan pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk pangan lokal Nusantara. Menurutnya, laboratorium pangan pun menjadi titik penting dalam mewujudkan berbagai teknologi tepat guna dalam bidang pangan tersebut. “Teknologi pangan di Indonesia kini mulai maju. Di IPB saja, masuk ke jurusan Teknologi Pangan sudah sangat top. Dan untuk mendukung itu, kita memerlukan laboratorium pangan yang baik dan berkualitas, bukan mereka yang tidak pernah meneliti tapi tiba-tiba mengeluarkan data,” ujar Prof Win.
Winarno mempelopori gerakan peningkatan gizi bayi lewat konsumsi air susu ibu (ASI). Dia juga berhasil meluluskan standar internasional untuk produk mi instan dan susu fermentasi. Tidak hanya itu, pendiri Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya ini juga telah menelurkan 98 buku dan lebih dari 200 artikel ilmiah di sela kesibukannya mengajar.
Kiprah, komitmen, dan prestasi Winarno pun mencatatkan namanya dalam Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai Bapak Ilmu dan Teknologi Pangan Indonesia serta Ilmuwan Asia Pertama yang dipilih menjadi Presiden CODEX Alimentarius Commission, sebuah organisasi pangan dunia di bawah Food and Agricultural Organization (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Saya merasa tersanjung dengan penghargaan ini. Saya yakin, Muri pasti memiliki alasan tertentu ketika menyematkan gelar tersebut ke saya,” tuturnya seraya tersenyum.
Salah satu prinsip dalam ilmu pangan yang selalu disampaikan kepada murid-muridnya adalah, tidak mungkin bahan mentah berkualitas buruk dijadikan makanan dengan kualitas baik. “Tantangan utama dalam dunia pangan Indonesia adalah kebutuhan akan berbagai inovasi yang mencipatakan makanan baru dengan teknologi murah, awet, tidak merusak lingkungan, dan enak,” ujar Winarno.
Penerima bintang Jasa Utama Presiden RI (1984) ini pun mendorong muridnya untuk kreatif mengembangkan variasi pangan sambil menekankan pentingnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Menurutnya, triple helix antara universitas, pemerintah, dan dunia bisnis harus digerakkan para akademisi. “Orang-orang pintar tidak boleh diam saja. Mereka harus menggerakkan triple helix itu,” tegasnya.
Pria yang meletakkan jabatan rektor Unika Atma Jaya per 1 Desember ini yakin, para ilmuwan Indonesia akan mampu mengembangkan ketahanan pangan di Tanah Air. “Kuncinya satu. Mereka harus bekerja sama seperti layaknya orkestra. Satu orang harus tahu kapan harus membunyikan alat musiknya, sehingga tercipa harmonisasi yang baik,” pungkasnya.
Berikut, satu tulisan tentang Prof. Winarno yang disampaikan oleh mantan staf Beliau (saya ambil dari milis staf IPB)
Membaca kiprah Pak Winarno, pikiran saya melayang ke pertangahan tahun 1976. Pada waktu itu ada pengumuman ditempelkan di Papan Pengumuman Aula Gn Gede IPB perihal IPB dan upaya menanggulangi kekeringan di Banjarnegara. Dituliskan siapa yang berminat silakan hadir di RK Fatemeta. Saya lupa lagi nama RK itu, yang jelas ruang itu berada di bawah Perpustakaan IPB di Gn Gede. Saat ini ruang itu dipergunakan oleh Program Diploma.
Singkat cerita, ketika tahun 97 saya diminta menjadi sekretaris Pak Win untuk divisi keilmuan dalam tim IPB menjadi Universitas, saya optimumkan untuk dididik oleh Pak Win yang sejak dulu saya kagumi itu. Memang luar biasa. Disiplin waktu yang tidak bisa dilanggar. Pembuatan dokumen yang tidak boleh tercecer. Penguasaan dasar2 ide yang harus kuat. Bicara harus jelas, efektif dan efisien. Semua itu saya rasakan selama menjadi sekretaris Bapak ini. Selama itulah saya semakin yakin betapa sukses membangun Fatemeta (Fateta sekarang), FTDC, M-brio, dan Unika Atma Jaya bukanlah berasal dari upaya leha-leha. Pak Win adalah tipe jenius yang mampu membuat vision ke action. Sangat signifikan.
Membangun Universitas dimanapun memang tidak mudah, namun saya percaya bagi Pak Win adalah tantangan menarik. Keberhasilannya membangun Unika Atma Jaya adalah buah dari gagasan brilian, kerja keras, jelas dalam berpikir dan bertindak, tidak plin-plan seperti politikus. Jadi, kalaulah mau membangun universitas, janganlah berperilaku seperti politikus.
Salut buat Pak Win. Saya jadi kangen untuk kembali dikader oleh Pak Win.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar