Sabtu, 09 Juni 2012

Prof Dr. Ir. H. Dodi Nandika: Profesor rayap yang berasal dari Rangkasbitung.

dodi_nandikaProf. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS dilahirkan 7 Desember 1951, di Rangkasbitung, Banten. Beliau adalah Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB). Beliau bekerja sebagai staf pengajar IPB sejak tahun 1980, kemudian dipercaya menjadi Asisten Direktur Administrasi, Pusat Antar Universitas (PAU) Ilmu Hayati IPB (1988-1992); Asisten Direktur Program, PAU Ilmu Hayat IPB (1992-1998); Direktur/Kepala Pusat Studi Ilmu Hayat IPB (1999-2002); Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Program Pascasarjana IPB (2000-2002); dan Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional ( 2002-2004). Pada Mei 2004, beliau diangkat menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional. Sejak Mei 2005 sampai sekarang anggota The International Research Group on Wood Preservation (IRG) ini dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional. Buku karyanya yang telah diterbitkan antara lain Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis (1990); Kayu dan Pengawetan Kayu (1998); Rayap: biologi dan pengendaliannya (2003); Hutan Bagi Ketahanan Nasional (2005), serta Universitas, Riset dan Daya Saing Bangsa (2007). 


Bapak Prof Dr. Ir. H. Dodi Nandika. MS,  yang dikenal sebagai ahli rayap. Dosen IPB sejak 25 tahun yang lalu menjadi peneliti rayap. Ia mengungkapkan, ada 200 jenis rayap di Indonesia dan lima persen diantaranya menjadi musuh manusia. Bangunan sekokoh apa pun bisa lapuk gara-gara rayap. Namun, ancaman itu bisa dicegah dengan antirayap. Selain merugikan, ternyata banyak jenis rayap yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Bisa diceritakan seperti apa, sih, ciri-ciri binatang rayap?

Rayap termasuk jenis serangga yang besar tubuhnya cuma sekitar 3 mm. Selain lunak, jalannya sangat lambat. Namun, rayap termasuk binatang purba karena sudah ada sejak 200 juta tahun silam, atau lebih tua dari manusia. Rayap sendiri memiliki tiga kelompok. Yaitu rayap kayu kering, rayap pohon, dan rayap tanah. Pada musim tertentu, rayap menjadi laron dan beterbangan di bawah sinar lampu secara berpasang-pasangan. Setelah melepas sayapnya, pasangan rayap itu melakukan perkawinan dan mencari lokasi untuk membuat koloni.

Bisakah diketahui berapa banyak rayap yang mendiami suatu wilayah?

Dengan teknologi penandaan (marking), dapat diketahui sebaran dan kecepatan serangan rayap pada satu wilayah. Hasil penelitian kami di daerah kampus IPB Darmaga, misalnya, untuk luas wilayah 295 meter persegi saja, populasi rayap mencapai 610 ribu. Namun, di Jakarta bisa mencapai 1,7 juta! Sedang jarak jelajah maksimal 118 meter.

Berapa banyak kayu yang dibutuhkan setiap rayap perhari?

Berat tubuh rayap sekitar 2,5 miligram. Sedangkan satu ekor rayap memerlukan makanan sekitar 0,24 miligram setiap hari. Sekarang tinggal menghitung saja, berapa kilogram kayu yang diperlukan satu koloni rayap perhari.

Kalau begitu sangat besar kerugian yang ditimbulkan?

Taksiran kami, kerugian akibat rayap pada tahun 1998 hanya untuk bangunan rumah tinggal mencapai 1,6 trilyun. Itu pun yang dihitung hanya kayu. Belum termasuk tenaga kerja dan ongkos untuk mengganti kerusakan yang ditimbulkan. 


Apakah rayap hanya memakan kayu?

Memang makanan pokok rayap adalah kayu. Dari 4000 jenis kayu yang ada di
Indonesia, hanya sekitar 10 persen yang tahan terhadap rayap. Misalnya kayu ulin, merbau, sengon laut, kayu laut. Kayu jati termasuk tahan rayap, tapi tidak sebaik kayu ulin. Sayangnya, kayu-kayu yang tahan rayap ini selain langka juga mahal harganya. Itu sebabnya, yang paling menderita oleh serangan rayap adalah masyarakat menengah ke bawah.

Kenapa kayu tersebut tahan rayap?

Karena dalam kayu-kayu tersebut memiliki zat ekstraktif yang bersifat racun bagi jamur dan rayap. Sebetulnya semua kayu memiliki zat tersebut. Hanya saja, zat itu bisa habis tercuci oleh bahan pelarut umum. Misalnya, air hujan, metanol, air panas, air dingin, alkohol dan sebagainya.

Apakah kita bisa terbebas dari rayap?

Tidak. Sebaliknya, jumlah rayap justru akan semakin bertambah. Pasalnya, pertambahan jumlah penduduk akan mengakibatkan jumlah rumah meningkat. Akibatnya, semakin banyak pula hutan yang dibuka untuk pemukiman. Padahal, hutan adalah habitat asli rayap. Karena tidak ada ranting sebagai bahan makanan, maka kusen pintu, jendela, sampai perabot rumah jadi sasaran.

Kalau begitu bagaimana cara melindungi kayu rumah dari serangan rayap?

Ada dua cara. Pertama, dinamakan perlakuan prakonstruksi. Yaitu ketika menggali lubang fondasi untuk membangun rumah, seluruh lubang beserta areal calon bawah lantai tersebut disemprot dengan cairan antirayap. Kedua, disebut perlakuan pasca konstruksi. Artinya tindakan untuk rumah yang sudah diserang rayap. Dengan menggunakan bor beton, kita membuat lubang-lubang berjarak 40 - 50 cm di sekitar dinding luar dan dalam rumah. Selanjutnya, menggunakan injektor berisi cairan kimia, lubang tadi disemprot masing-masing 2 - 3 liter tiap lubang. Ibaratnya, rumah telah dilindungi anti rayap dengan selimut kimia.

Dari kedua cara tadi mana yang lebih baik?

Pengalaman menunjukkan, cara prakonstruksi memberikan hasil yang lebih baik. Cara kedua masih memberikan peluang 10 - 20 persen masuknya rayap ke dalam rumah. Mungkin saja masih ada bongkahan batu di bawah rumah yang mengganjal aliran cairan kimia tadi. Sehingga dari celah itu masih memungkinkan rayap masuk.

Bahan kimia apa yang digunakan?

Bermacam-macam bahannya. Salah satu bahan aktifnya adalah termetrin. Sedang daya tahannya biasanya berkisar antara 5 - 8 tahun. Selanjutnya perlu diinjeksi lagi. Namun begitu, kita perlu mengadakan pemeriksaan terhadap rayap enam bulan sekali. Sehingga kalau ada serangan dapat terpantau sejak awal. Misalnya, tetesan air di rumah yang mengenai tiang kayu. Kalau tidak terpantau kayu akan menjamur. Bau jamur inilah yang mengundang datangnya rayap.

Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menahan serangan rayap?

Rata-rata Rp 65 ribu per meter persegi. Memang relatif mahal mengingat bahan dan peralatannya masih impor. Sebenarnya, bahan-bahan tersebut nomor dua. Yang paling penting justru disain rumah harus bagus. Artinya bagus rancang bangunnya, pencahayaan, ventilasi, tidak lembap, juga tidak ada retakan pada fondasi maupun lantai. Serta dimana lokasi bangunan itu berada.

Kabarnya Anda juga tengah giat mengembangkan teknologi antirayap yang baru?

Benar. Namanya teknologi umpan rayap. Konsepnya bukan lagi meracuni rayap, tapi justru memberi makan. Caranya rayap diberi umpan berupa kertas atau bahan lain yang sudah diperkaya dengan semacam enzim yang mengandung hexafumiuron. Fungsinya menghambat pembentukan kulit luar. Umpan ini diberikan terus menerus sampai semua rayap di koloni memakan umpan tadi. Akibatnya kulit baru yang terbentuk tidak bisa mengeras, malah retak. Akibatnya dia gagal membentuk kulit. Dalam 2 - 3 bulan, satu koloni itu akan mati.
Bila sampai musnah apakah justru tidak merusak ekosistem?

Memang benar. Makanya cara ini menjadi senjata akhir yang tidak akan digunakan semena-mena. Paling-paling digunakan untuk menjaga bangunan museum yang menyimpan benda-benda yang bernilai tinggi saja.

Oh ya, apakah semua tindakan di atas bisa dilakukan sendiri?

Pada prinsipnya siapa pun bisa melakukan. Hanya saja, semua bahan tadi, kan, beracun. Tidak semua orang mengerti bagaimana cara menggunanakannya dengan aman. Idealnya dilakukan oleh profesional yang bersertifikat.

Adakah cara alamiah menghindari rayap?

Sebetulnya banyak pengetahuan konvensional dari orang tua. Namun, sekarang tak digunakan lagi karena dianggap tidak praktis. Misalnya dengan membuat lempengan aluminium dengan sudut tertentu. Lalu lempengan itu ditempatkan di bawah kusen. Dengan begitu, rayap tidak dapat lewat karena ciri rayap tidak suka jalan dengan tubuh terbalik.

Cara lainnya dengan menaburkan kapur gunung di areal tanah sebelum didirikan fondasi rumah. Dengan begitu tingkat keasaman tanah meningkat. Akibatnya, rayap tidak betah tinggal di sana. Atau bisa juga dengan merendam kayu yang akan dipakai untuk membangun rumah selama 4 ­ 6 bulan. Tujuannya untuk melarutkan zat-zat di dalam kayu yang dapat menarik minat rayap.


Menurut Anda sejauh mana kepedulian masyarakat terhadap rayap?

Saya amati lima tahun belakangan ada gejala positif dalam masyarakat. Mereka berusaha melindungi bangunan dari gangguan rayap. Hal itu terlihat dari bertambahnya jumlah perusahaan pengendalian hama. Bila semula jumlahnya hanya belasan, sekarang sudah ada ratusan. Karena produk bahan kimianya laku, maka jasa pengendalian rayap demikian juga.

Selain merugikan, apakah rayap juga bisa menguntungkan bagi kehidupan manusia?

Ada. Dari 2500 jenis rayap di dunia, 200 jenis di antaranya terdapat di Indonesia. 95 persen yang ada di Indonesia tadi justru sangat bersahabat dengan manusia. Mereka ini adalah jenis rayap yang makanannya kayu lapuk. Pohon-pohon yang sudah mati ini dimakan rayap. Lalu diubah menjadi zat hara tanah yang dapat menyuburkan. Bayangkan, kalau tidak ada rayap, tunggul kayu akan tetap menjadi tunggul. Begitu juga daun tidak bisa membusuk. Tanah menjadi miskin unsur hara karena tidak ada yang kembali ke tanah.

Karena rayap bisa menyuburkan lahan, maka rayap dapat dijadikan patokan kesuburan lahan. Artinya dari sebaran rayap di sebuah areal itu menggambarkan kesuburan lahan di tempat tersebut. Sedangkan lima persen rayap yang ada di Indonesia menjadi musuh manusia. Yaitu jenis Cryptotermes curvidnathas, Schedorhinotermes Javanica, Macrotermes gilvus, Cryptotermes cynocepha, dan Microtermes inspiparis. Jenis inilah yang banyak merusak bangunan dan isinya.

Apa hobi Anda di luar pekerjaan?

Hampir enggak ada. Hobi saya hanya membaca. Maka itu, uang saya habis untuk membeli buku.

Selain mengajar, apa kegiatan Anda?

Saya terlibat dalam dewan pakar Badan Koordinasi Pembentukan Propinsi Banten.

Di antara anak-anak, ada yang mengikuti jejak Anda?

Empat anak saya Citra Lestari (19), Adinda Wulandari (17), Nayunda Andhikasari (14), Syifa Hanza Humaira (5), kayaknya tidak ada yang tertarik rayap. Sedangkan istri saya Mimien Susiani, dulu mengajar di ITB. Namun, setelah anak mulai besar, dia memilih berhenti. @Sumber : Nova online

2 komentar:

  1. apakah bapa Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS berencana membuat buku tentang rayap atau memang sudah....?
    kalo sudah judulnya apa.?

    BalasHapus
  2. Ass.wr.wb
    Prof, saya bekerja di salah satu perkebunan kelapa sawit swasta sebagai pest controller, sy dari salah satu lulusan agronomi univ.pertanian di medan, sebelum bekerja sbg pest control, posisi sy adalah asst.manager selama 3 thn di project land clearing di perkebunan swasta jg,mmg dlm materi kuliah saya ada materi Hama dan penyakit tanaman,tdk begitu lengkap materi nya utk rayap dan biologi nya, nah saat ini sy kesulitan di lokasi kerja saya dgn jenis rayap coptothermes curvignatus (rayap tanah) yang merugikan cukup besar di tmpt sy bekerja, byk inventaris tanaman menyusut drastis, yg jd masalah utk hama rayap jenis ini ialah sgt sulit mengendalikan nya, mendeteksi sarang nya, serangan pd tanaman sgt cepat, dlm wkt 2 minggu apabila tanaman tdk dikendalikan dgn bahan aktif pifronil tanaman kelapa sawit langsung mati, apakah metode pengumpanan bisa efektif di perkebunan kelapa sawit, apakah pernah dicoba pada perkebunan kelapa sawit ??? Mohon petunjuk nya prof.

    BalasHapus